Aku menulis maka aku belajar

Wednesday, February 1, 2017

GPM dan Gerakan Oikoumene di Indonesia

Sebagai salah satu gereja pendiri dan pendukung DGI (kemudian PGI), GPM mempunyai kontribusi signifikan dalam membangun dan memperkuat gerakan oikoumene di Indonesia. Tidak hanya partisipasi yang pro-aktif dalam program-program PGI, tetapi juga dalam memperkuat struktur kepengurusan di PGI - entah sebagai majelis pekerja harian maupun sebagai majelis pertimbangan. Sebut saja nama-nama seperti Simon Marantika, Peter D. Latuihamallo, Joseph M. Pattiasina, Dicky Mozes, Margaretha M. Ririmasse-Hendriks, hingga generasi muda Febry Tetelepta dan Henry Lokra.

Mengintip sejenak aktivitas Sidang MPL PGI yang berlangsung pada 27-31 Januari 2017 di Wisma Agrowisata Salib Putih Salatiga, cukup memberi kesan betapa pentingnya gereja-gereja yang terwadahi dalam PGI saling berbagi dan saling memperkuat melalui serangkaian "study meeting" yang membahas isu-isu kontemporer di seputar dinamika agama dan masyarakat Indonesia. Selain, tentu saja, membincang penataan organisasi gerejawi dengan karakter yang majemuk dari gereja-gereja yang menjadi anggota PGI. Dalam seluruh dinamika tersebut, tidak dapat dinafikan bahwa GPM mempunyai andil penting yang sangat diperhitungkan oleh gereja-gereja anggota PGI lainnya.

Kesadaran akan pentingnya peran GPM sebagai salah satu pilar penopang gerakan oikoumene di Indonesia - yang direpresentasikan melalui PGI - sudah pasti tidak cukup. Kesadaran itu mesti diikuti oleh pendasaran visi-misi oikoumene yang lebih luas dan berkelanjutan (sustainable) melalui partisipasi konkret untuk memperkuat PGI melalui implementasi program-program oikoumene yang berbasis pada isu-isu keagamaan, kemasyarakatan dan kebangsaan dengan spektrum jangkauan yang melintasi "oikos" sendiri. Dengan kata lain, diperlukan tindakan tegas dan berani untuk menyeberangi batas-batas kepentingan dan kenyamanan diri sendiri (in-group) dan menjejak pada ranah perjumpaan yang lebih luas dan terbuka dengan liyan (out-group). Dengannya keterlibatan GPM dalam gerakan oikoumene tidak sekadar menjadi gerakan partisipatif semata tetapi gerakan yang interaktif, asertif, kreatif dan produktif.

Keberadaan "orang GPM" dalam lingkar dalam organisasi PGI, seperti Pdt Henry Lokra dan bung Febry Tetelepta, menyisakan secuil harapan bahwa peran GPM masih bisa diharapkan. Cukupkah? Tentu saja tidak. Keberadaan mereka saat ini perlu diantisipasi untuk beberapa periode ke depan dengan mempersiapkan kader-kader oikoumene dari GPM. Ini memerlukan kedalaman visi-misi tentang oikoumene itu sendiri dan persiapan serius serta matang dari GPM untuk "mengekspor" kader-kader terbaiknya bagi penguatan gerakan oikoumene di Indonesia. Untuk saat ini kita masih bisa menarik nafas lega karena Pdt Nancy Souisa yang menjadi salah satu fasilitator Pendidikan Oikoumene Keindonesiaan (dulu: Pendidikan Kader Oikoumene), memberikan sinyal bahwa perwakilan peserta POK dari GPM akan terus diundang secara reguler dari angkatan ke angkatan. Dengan demikian, matarantai persiapan kader-kader GPM dalam arus utama gerakan oikoumene tidak terputus.

Begitulah selayang pandang dari arena MPL PGI, sambil ngobrol tentang ini-itu bersama perwakilan MPH Sinode GPM (Pdt Ates Werinussa dan Pdt Henky Siahaya), bung Febry Tetelepta, Pdt Henry Lokra, Pdt Nus Liur (GKO), Pdt John Titaley (GPIB), Pdt Izak Lambe (Gereja Toraja), dan Jeirry Sumampouw (PGI), ditemani kopi hitam dan pisang goreng.

No comments:

Post a Comment

One Earth, Many Faces

One Earth, Many Faces